Halaqahyang ke-9 dari Silsilah 'ilmiyyah Beriman dengan para Rasul Allah adalah tentang " Cara Beriman kepada Para Rasul Bagian 7 ". Keyakinan yang kuat bahwa seluruh Nabi dan Rasul alaihimussalam telah bersepakat dalam berdakwah kepada tauhid dan mengingatkan umat mereka dari kesyirikan.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Penjelasan Kitab Al-Ushulu As-Sittah yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah. Kemudian beliau mengatakan, ثُمَّ صَارَ الْأَمْرُ إِلَى أَنَّ الافْتِرَاقَ فِي أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْعِهِ هُوَ الْعِلْمُ وَالْفِقْهُ فِي الدِّيْنِ Kemudian setelah itu di zaman beliau di zaman sekarang jadilah bahwasanya berpecah belah di dalam agama, baik di dalam ushul agama pokok-pokok agama maupun di dalam cabang-cabangnya dinamakan dengan ilmu dan fiqih di dalam agama. Di zaman sekarang kata beliau, Sebagian mengatakan bahwasanya berpecah belah di dalam agama adalah termasuk pemahaman fiqih. Artinya orang yang mengatakan, “Boleh kita berpecah belah, kita memiliki kebebasan untuk berakidah, kebebasan untuk beribadah, kebebasan untuk menganut kepercayaannya masing-masing.” Dianggap ucapan ini sebagai bentuk pemahaman terhadap agama. Orang yang paham terhadap agama, maka dia akan membebaskan manusia untuk berakidah, untuk memiliki kepercayaan masing-masing. Kemudian beliau mengatakan, وَصَارَ الْأَمْرُ بِالاجْتِمَاعِ فٍي دين لَا يَقُوْلُهُ إِلَّا زِنْدِيْقٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ Perintah untuk berkumpul dan bersatu di dalam agama, sebagian mengatakan bahwasanya ini adalah tidak diucapkan kecuali oleh seorang yang zindiq, seorang pendusta, atau orang yang gila. Jadi dianggapnya, orang yang mengajak manusia untuk bersatu padu di dalam hak, di dalam kebenaran, dianggap orang yang zindiq atau orang yang gila. Tidak mungkin kita semua bersatu, tidak boleh kita mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran. Mereka berkata, “Biarkan masing-masing memiliki kepercayaan masing-masing, tidak boleh saling menganggu satu dengan yang lain.” Apabila ada sebagian yang mengajak untuk bersatu di dalam kebenaran, meninggalkan akidah yang bathil, meninggalkan kepercayaan yang tidak benar, dianggapnya orang yang seperti ini adalah orang gila atau orang zindiq. Dan ini yang terjadi di zaman beliau, demikian pula di zaman kita. Orang yang ber-amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang lain untuk memiliki akidah yang benar, memiliki tauhid yang benar, melarang mereka untuk memiliki akidah yang salah, kepercayaan yang salah, dianggapnya ini adalah orang yang majnun orang gila atau orang yang zindiq. Adapun orang yang membiarkan kepercayaan-kepercayaan tersebut, membiarkan akidah-aqidah tersebut tersebar diantara masyarakat, maka ini dianggap sebagai orang yang paham tentang agamanya. Dan ini tentunya kebalikan dari apa yang sudah Allah jelaskan di dalam Al Qur’an dan telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallāhu alayhi wa sallam di dalam hadits-hadits yang shahih. Ini adalah pokok yang ke dua yang ingin dijelaskan oleh pengarang di dalam kitab ini, yaitu kesimpulannya • Perintah dari Allah Subhānahu wa Ta’āla pada kita semua kaum muslimin untuk saling bersatu di dalam al haq kebenaran • Larangan bagi kita untuk saling berpecah belah di dalam agama kita. Dan apabila terjadi perselisihan diantara kita, diantara kaum muslimin baik dalam masalah akidah, baik dalam masalah ibadah, baik masalah halal dan juga haram, maka Allah dan Rasul-Nya telah memberikan jalan keluar. Di dalam Al Qur’an, Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian taat kepada Allah, dan hendaklah kalian taat kepada Rasul, dan juga pemerintah kalian penguasa kalian. Maka apabila kalian saling berselisih di dalam satu perkara, baik dalam masalah akidah, masalah ibadah, masalah yang lain, maka hendaklah kalian kembalikan kepada Allah, dan juga kepada Rasul-Nya.” QS. An-Nisa 59 Dikembalikan kepada Allah, dikembalikan kepada Al Qur’an, dilihat apakah sesuai dengan Al Qur’an atau tidak pendapat kita. Kembalikanlah kepada Rasul, kembalikan kepada hadits Nabi shallallāhu alayhi wa sallam, apakah pendapat kita sesuai dengan hadits Rasulullah shallallāhu alayhi wa sallam atau tidak. Kalau sesuai, maka kita amalkan dan kalau tidak sesuai maka harus kita tinggalkan. Dan ini kata Allah, “Apabila kalian benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir hendaklah kalian mengembalikan perselisihan kita kepada Allah dan juga Rasul-Nya.” Apabila diantara dua orang saling berselisih, satunya mengatakan sunnah, satunya mengatakan tidak disunnahkan, maka masing-masing harus mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau Allah dan Rasul-Nya mengatakan Sunnah, maka semuanya harus sami’na wa atha’na mendengar dan taat tidak boleh ada diantara kita yang memiliki pilihan yang lain di dalam perpecahan ini. Apabila Allah mengatakan A, dan Rasul-Nya mengatakan A, maka semuanya harus mengatakan A tersebut. Di dalam hadits Rasulullah shallallāhu alayhi wa sallam mengatakan, فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَ فًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup diantara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku dan Sunnah para khulafaur rasyidin.” Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi Ketika melihat perselisihan yang banyak, perpecahan yang banyak diantara umat, maka petunjuk Beliau shallallāhu alayhi wa sallam supaya kita kembali kepada sunnah beliau dan juga kepada sunnah para khulafaur rasyidin. Ini adalah petunjuk Allah dan Rasul-Nya ketika terjadi perselisihan. Itulah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga apa yang kita sampaikan bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada pertemuan yang akan datang. والله تعالى أعلم والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy.
Halaqahyang ke-9 dari Silsilah 'Ilmiyyah Beriman Dengan Kitab-kitab Allah adalah tentang "Kitab At-Taurah (Bagian 2)". Diantara kabar yang kita ketahui tentang Kitab Taurat di dalam Al-Quran dan Al-Hadits, Ke-3 : Bahwasanya Allah telah menulis At-Taurah dengan tangan-Nya.
بسم الله الرحمن الرحيم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah. Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam membedakan antara keadaan Beliau ketika hidup dan keadaan Beliau setelah meninggal dunia. Dalam keadaan hidup, Beliau bisa mendo’akan. Ketika Beliau sudah meninggal dunia, maka Beliau tidak bisa mendo’akan. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam كِتَاب الْمَرْضَى dari Aisyah radhiyallāhu anha, ketika Aisyah sakit kepala dan mengatakan, وَارَأْسَاهْ “Aduh, sakit kepalaku.” Kemudian Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam ketika mendengar ucapan Aisyah, Beliau bersabda, ذَاكِ لو كانَ وأَنَا حَيّ فأسْتَغْفِرُ لَكِ وأَدْعُو لَكِ “Wahai Aisyah, seandainya itu terjadi yaitu meninggalnya dirimu karena sakit ini dan aku dalam keadaan masih hidup, niscaya aku akan memohonkan ampun untukmu dan niscaya aku akan mendo’akan kebaikan untukmu.” Ucapan Beliau, dan aku dalam keadaan masih hidup’, menunjukkan bahwa seandainya Beliau masih hidup niscaya Beliau masih bisa mendo’akan, tetapi kalau Beliau sudah meninggal dunia maka Beliau tidak bisa mendo’akan dan tidak bisa memohonkan ampun untuk orang lain, bahkan untuk istrinya pun, Beliau tidak bisa. Demikian pula para sahabat radhiyallahu anhum, mereka membedakan antara keadaan Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam ketika masih hidup bersama mereka dan keadaan Beliau setelah meninggal dunia. Di zaman Umar bin Khatab radhiyallāhu anhu, terjadi kemarau panjang yang dahsyat karena lama tidak turun hujan, sehingga banyak tanaman yang rusak dan hewan-hewan yang mati. Bahkan karena sangat parahnya keadaan saat itu, terjadilah banyak pencurian. Karena saking banyaknya, sampai Umar bin Khatab radhiyallāhu anhu saat itu memaafkan orang-orang yang mencuri dan tidak memotong tangan mereka. Kemudian beliau radhiyallāhu anhu mengumpulkan para sahabat dan para penduduk Madinah saat itu untuk mengadakan sholat istisqo’, meminta hujan kepada Allah. Kemudian beliau berkata, اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا إِذَا أَجْدَبْنَا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا “Ya allah, dahulu kami ketika kami mendapatkan kemarau di masa Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, kemudian Engkau memberikan hujan kepada kami.” Bertawassulnya para sahabat di sini adalah dengan meminta do’a Beliau shallallāhu alaihi wa sallam, sebagaimana ini praktek para sahabat di dalam hadits yang lain di mana para sahabat meminta kepada Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam supaya berdo’a kepada Allah. Sebagaimana di dalam hadits, seorang Badui Arab yang masuk ke dalam Masjid Nabawi dan Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam dalam keadaan berkhutbah. Kemudian orang Arab Badui ini berkata kepada Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam supaya Beliau shallallāhu alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah meminta hujan. Maka Allah pun mengabulkan. Kemudian Umar berkata, وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا “Kemudian sekarang Ya Allah, kami bertawassul dengan paman Nabi-Mu, maka hendaklah Engkau memberikan hujan kepada kami.” Saat itu, Abbas bin Abdul Mutholib, paman Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam masih hidup. Dan bertawassul dengan paman Nabi saat itu dengan meminta do’a beliau supaya Allah menurunkan hujan. Perhatikanlah! Beliau bertawassul dengan do’a-do’a orang yang shalih yang masih hidup. Dan tidak datang ke kuburan Nabi shallallāhu alaihi wa sallam untuk meminta do’a, karena beliau radhiyallāhu Ta’āla anhu tahu bahwa yang demikian adalah kesyirikan dan tidak ada faidahnya. Padahal saat itu keadaan sangat parah. Dan tentunya dalam keadaan seperti itu, mereka mencari sebab atau cara yang paling manjur agar bisa keluar dari permasalahan tersebut. Ternyata Umar radhiyallāhu Ta’āla anhu meminta do’a dari Abbas yang masih hidup saat itu dan tidak meminta do’a dari Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam. Demikianlah, Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam dan para sahabat membedakan antara keadaan hidup dan mati. Jadi alasan bahwasanya orang-orang shalih tersebut hidup di dalam kuburan dan mendengar ucapan mereka, sehingga boleh meminta do’a darinya, maka ini adalah alasan yang tidak benar. Diantara mereka ada yang meminta do’a kepada orang-orang yang shalih yang meninggal dunia dengan alasan bahwa Allah adalah Al Khaliq Yang Maha Pencipta dan kita adalah hamba-hamba-Nya. Kita saja di dunia ketika ingin bertemu dengan seorang presiden, kita tidak bisa langsung bertemu dengan presiden tersebut, menyampaikan permintaan kita secara langsung. Akan tetapi di sana ada menteri, ajudan, pembantu-pembantu. Sulit bagi seseorang untuk sampai ke sana, kecuali melalui perantara-perantara tersebut. Kemudian orang ini mengatakan, demikian pula kita kepada Allah. Kita perlu wasithoh perantara yang menyampaikan hajat kita kepada Allah. Ini adalah alasan yang sangat lemah, karena Allah tidak bisa disamakan dengan makhluk. Allah adalah As Sami’ Yang Maha Mendengar, Al Bashir Yang Maha Melihat, Al Qadir Yang Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu. Seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul dalam satu tempat lalu masing-masing berdo’a kepada Allah dengan bahasa masing-masing untuk meminta dipenuhi hajatnya, niscaya Allah bisa mendengar semuanya dan bisa menunaikan hajat mereka semuanya. وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ قَدِیرٌ [Surat Al-Baqarah 284] “Dan Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.” Adapun makhluk, maka dia adalah lemah. Makhluk tidak bisa mendengar ucapan beberapa orang yang berbicara di depannya dalam satu waktu. Apalagi menunaikan hajat mereka dalam satu waktu. Dia memerlukan pembantu, ajudan, menteri, apalagi yang diurusnya adalah jutaan manusia. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di kota Pandeglang Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy.
Halaqahyang ke - 7 dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Dengan Takdir Allah adalah tentang Cara Beriman Dengan Takdir Allah Bagian yang ke 4 Diantara cara beriman bengan takdir Allah adalah dengan mengimani tingkatan takdir yang ke-3 yaitu Masyiiatullah (kehendak Allah) dan yang dimaksud adalah beriman bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki maka tidak akan
Halaqahyang ke-7 dari Silsilah Belajar Tauhid "Termasuk Syirik Memakai Jimat". Kamis, 12 September 2019 Halaqah Silsilah Ilmiah (HSI) Belajar Tauhid (Halaqah 9) Termasuk Syirik Besar Menyembelih Untuk Selain Allah Search. Annisa Lestari 2012. Tema PT Keren Sekali.
. oy749lqkkn.pages.dev/263oy749lqkkn.pages.dev/696oy749lqkkn.pages.dev/475oy749lqkkn.pages.dev/731oy749lqkkn.pages.dev/779oy749lqkkn.pages.dev/563oy749lqkkn.pages.dev/446oy749lqkkn.pages.dev/214oy749lqkkn.pages.dev/767oy749lqkkn.pages.dev/627oy749lqkkn.pages.dev/324oy749lqkkn.pages.dev/888oy749lqkkn.pages.dev/674oy749lqkkn.pages.dev/365oy749lqkkn.pages.dev/799
hsi 7 halaqah 9